Buku yang berisi bom di Utan Kayu (tvone)
Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) menduga penggunaan bom buku bukan disebabkan dana teroris sudah habis. Penggunaan bom buku dilakukan karena lebih efektif mengenai sasaran.
"Dia [teroris] menggunakan bom buku agar lebih gampang daripada menggunakan bom besar," kata Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT, Brigadir Jenderal Tito Karnavian, di Jakarta, Rabu, 23 Maret 2011.
Menurut Tito, jaringan teroris menganggap penggunaan bom dalam skala besar justru sudah tidak tepat sasaran. "Kalau menggunakan bom besar korbannya tidak bisa diperkirakan. Bisa kena yang lain, termasuk warga muslim," kata dia.
Tito melanjutkan, hasil kerja bom berskala besar itu kontraproduktif terhadap citra jaringan teroris di mata pendukungnya. Dukungan dari para simpatisan masih sangat diperlukan agar teroris tidak mati karena tidak mendapat dukungan.
Terkait beberapa teror bom buku yang merebak akhir-akhir ini, Tito mengatakan, meski dalam ukuran dan daya ledaknya kecil, tapi memiliki dampak yang mematikan.
"
Wow, itu mematikan. Meski daya ledaknya kecil. Tapi, prinsipnya bom itu mematikan," kata dia.
"Targetnya mematikan individual. Kalau ternyata bom itu tidak mematikan, mungkin akan jadi bahan bagi mereka untuk evaluasi," ujarnya.
Hingga kini polisi terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap pelaku teror bom. Sudah 28 orang dimintai keterangan untuk memburu kurir bom.
Bahkan, Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII) atau lembaga pengawasan keamanan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet, mendapat permintaan dari Densus 88 untuk mengintai tersangka kasus terorisme.
Kepala BIN, Jenderal (Pur) Sutanto juga sudah memastikan untuk mengawasi jejaring sosial yang dinilai membahayakan.
0 komentar:
Posting Komentar